Minggu, 20 Februari 2011

mutu pelayanan

PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
MENGGUNAKAN SIKLUS PDCA
1. Penilaian Mutu
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak ( Roemer dalam Amirudin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006).
Dimensi mutu pelayanan kebidanan adalah :
  • Kompetensi Teknis (Technical competence)
  • Akses terhadap pelayanan (Access to service)
  • Efektivitas (Effectiveness)
  • Efisiensi (Efficiency)
  • Kontinuitas (Continuity)
  • Keamanan (Safety)
  • Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
  • Kenyamanan (Amenities
Mutu pelayanan kebidanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan bersifat multidimensional. Artinya setiap orang dapat berbeda persepsi penilaiannya tergantung dari dimensi penilaian yang dipakai.
Robert dan Prevost (dalam Saifudin, 2006) menyatakan perbedaan dimensi penilaian yaitu :
a. Bagi pemakai jasa pelayanan, mutu terkait dengan dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan klien, kelancaran komunikasi, keprihatinan dan keramahtamahan petugas terhadap klien
b. Bagi penyelengara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi sesuai dengan kebutuhan klien
c. Bagi penyandang dana, nutu terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi ini disepakati bahwa penilaian mutu berpedoman pada hakekat dasar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demannds) klien pengguna pelayanan yang apabila berhasil akan menghasilkan kepuasan (client satisfaction) terhadap pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Maka mutu pelayanan kebidanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Makin sempurna kepuasan, maka semakin sempurna pelayanan yang dilakukan.
Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuasakan klien, tetapi masih banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembatasan, yaitu:
a. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pengukuran kepuasan dilakukan tidak secara individual, tetapi yang dipakai adalah kepuasan rata-rata. Pelayanan kebidanan bermutu apabila dapat memuaskan rata-rata klien
b. Pembatasan pada upayan yang dilakukan
Pelayanan kebidanan yang menimbulkan kepuasan harus memenuhi kode etik dan standar pelayanan kebidanan.
Mutu pelayanan kebidanan merujuk pada tingkat kesempurnaan yang dapat memuaskan dengan tingkat rata-rata klien serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar profesi kebidanan.
Menurut Amiruddun (2007) dalam pelakukan penilaian mutu ada tiga pendekatan penilaian mutu, yaitu :
a. Struktur
  • Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
  • Struktur = input
  • Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :
    • Jumlah, besarnya input
    • Mutu struktur atau mutu input
    • Besarnya anggaran atau biaya
    • Kewajaran
b. Proses
  • Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan klien
  • Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
  • Baik tidaknya proses dapat diukur dari :
    • Relevan tidaknya proses itu bagi klien
    • Fleksibilitas dan efektifitas
    • Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
    • Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
  1. Outcomes
  • Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap klien
  • Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
  • Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
  • Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional klien
2. Siklus PDCA
Konsep siklus PDCA pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“.PDCA, singkatan bahasa Inggris dari 'Plan, Do, Check, Act' ('Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti'), adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah interatif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”(Tjitro, 2009)
Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Siklus PDCA berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau system sehaingga mutu pelayanan kesehatan.
PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja,pengawan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan mutu pelayanan. Siklus PDCA digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk penyelesaian masalah dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Secara sederhana siklus PDCA dapat digambarkan sebagai berikut :
Gb1. Siklus PDCA
Siklus PDCA terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1. Perencanaan ( Plan )
Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan. Perencanaan merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta saling terkait dan terpadu sehingga dapat dipakaisebagai pedoman dalam melaksanaan cara penyelesaian masalah. Hasil akhir yang dicapai dari perencanaan adalah tersusunnya rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang akan diselenggarakan. Rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung setidak-tidaknya tujuh unsur rencana yaitu:
a. Judul rencana kerja (topic),
b. Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah mutu yang dihadapi (problem statement),
c. Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, lengkap dengan target yang ingin dicapai (goal, objective, and target),
d. Kegiatan yang akan dilakukan (activities),
e. Organisasi dan susunan personalia pelaksana (organization and personnels)
f. Biaya yang diperlukan (budget),
g. Tolak ukur keberhasilan yang dipergunakan (milestone).
2. Pelaksanaan ( Do )
Tahapan kedua yang dilakukan ialah melaksanakan rencana yang telah disusun. Jika pelaksanaan rencana tersebut membutuhkan keterlibatan staf lain di luar anggota tim, perlu terlebih dahulu diselenggarakan orientasi, sehingga staf pelaksana tersebut dapat memahami dengan lengkap rencana yang akan dilaksanakan.
Pada tahap ini diperlukan suatu kerjasama dari para anggota dan pimpinan manajerial. Untuk dapat mencapai kerjasama yang baik, diperlukan keterampilan pokok manajerial, yaitu :
a. Keterampilan komunikasi (communication) untuk menimbulkan pengertian staf terhadap cara pentelesaian mutu yang akan dilaksanakan
b. Keterampilan motivasi (motivation) untuk mendorong staf bersedia menyelesaikan cara penyelesaian masalah mutu yang telah direncanakan
c. Keterampilan kepemimpinan (leadershif) untuk mengkordinasikan kegiatan cara penyelesaian masalah mutu yang dilaksanakan
d. Keterampilan pengarahan (directing) untuk mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan.
3. Pemeriksaan ( Check )
Tahapan ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa kemajuan dan hasil yang dicapai dan pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Tujuan dari pemeriksaan untuk mengetahui :
a. Sampai seberapa jauh pelaksanaan cara penyelesaian masalahnya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
b. Bagian mana kegiatan yang berjalan baik dan bagaian mana yang belum berjalan dengan baik
c. Apakah sumberdaya yang dibutuhkan masih cukup tersedia
d. Apakah cara penyelesaian masalah yang sedang dilakukan memerlukan perbaikan atau
Untuk dapat memeriksa pelaksanaan cara penyelesaian masalah, ada dua alat bantu yang sering dipergunakan yakni
a. Lembaran pemeriksaan (check list)
Lembar pemeriksaan adalah suatu formulir yang digunakan untuk mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Langkah pembuatan lembar pemeriksan adalah:
· Tetapkan jenis penyimpangan yang diamati
· Tetapkan jangka waktu pengamatan
· Lakukan perhitungan penyimpangan
b. Peta kontrol (control diagram)
Peta kontrol adalahsuatu peta / grafik yang mengambarkan besarnya penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Peta kontrok dibuat bedasarkan lembar pemeriksaan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan peta kontrol adalah :
· Tetapkan garis penyimpangan minimum dan maksimum
· Tentukan prosentase penyimpangan
· Buat grafik penyimpangan
· Nilai grafik
4. Perbaikan (Action)
Tahapan keempat yang dilakukan adalah melaksanaan perbaikan rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja atau bila perlu mempertimbangkan pemilihan dengan cara penyelesaian masalah lain. Untuk selanjutnya rencana kerja yang telah diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.
REFERENSI
1. Saifuddin (2003), Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, YBPSP, Jakarta
2. Amiruddin (2007), Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan,
http://ridwanamiruddin.files.wordpress.com/2007/06/mutu-ugd-rs-swasta-bapelkes-210607.ppt
3.    Soejono Tjitro (2000)  Total Quality Management, Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/mechanical/
http://askep-askeb.cz.cc/


PENGARUH PERSEPSI MUTU PELAYANAN KEBIDANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KEBIDANAN DI RSUD Dr. H. SOEMARNO SOSROATMODJO BULUNGAN KALIMANTAN TIMUR
Hermanto, Dadang (2010) PENGARUH PERSEPSI MUTU PELAYANAN KEBIDANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP KEBIDANAN DI RSUD Dr. H. SOEMARNO SOSROATMODJO BULUNGAN KALIMANTAN TIMUR. Masters thesis, UNIVERSITAS DIPONEGORO.
PDF - Published Version
533Kb
Abstract
ABSTRAK Dadang Hermanto Pengaruh Persepsi Mutu Pelayanan Kebidanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kebidanan Di RSUD Dr. H. Soemarno Sostroatmodjo Bulungan Kalimantan Timur xvi + 79 halaman + 30 tabel + 3 gambar + 5 lampiran Pelayanan kebidanan di Unit Rawat Inap Kebidanan RSUD Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Bulungan belum sesuai harapan dikarenakan masih adanya pernyataan ketidakpuasan pasien/keluarga pasien tentang pemeriksaan pasien yang tidak tepat waktu, lambatnya pemberian pelayanan atau pengobatan, petugas yang judes dan cerewet, petugas kurang terampil saat melakukan tindakan dan ruangan kamar mandi/wc kotor. Mutu pelayanan kebidanan ditinjau dari 5 dimensi mutu yaitu; keandalan, ketanggapan, jaminan, empati dan bukti langsung. Pencapaiannya dapat diukur dengan tingkat kepuasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi mutu pelayanan kebidanan terhadap kepuasan pasien di Unit Rawat Inap Kebidanan. Jenis penelitian adalah survai analitik dengan pendekatan cross sectional, pengumpulan data menggunakan wawancara terstruktur yang terdiri dari kuesioner persepsi mutu pelayanan kebidanan dan persepsi kepuasan pasien, jumlah sampel sebanyak 120 pengambilannya dengan teknik konsekutif sampling. Analisis data menggunakan chi-square untuk menguji hubungan dan regresi logistik untuk menguji pengaruh. Hasil penelitian persepsi keandalan baik 58,3%, ketanggapan baik 50,8%, jaminan baik dan tidak baik sama besar 50 % , empati tidak baik 58,3%, bukti langsung tidak baik 53.3% dan persepsi kepuasan pasien tidak puas 53.3%. Secara bersamaan variabel yang berpengaruh adalah empati (p=0,0001. OR=11,866) dan bukti langsung (p=0,038. OR=2.571). Kesimpulan bahwa untuk meningkatkan kepuasan pasien maka perlu perbaikan mutu empati dan bukti lansung pelayanan kebidanan secara bersama-sama. Disarankan kepada Unit Rawat Inap Kebidanan untuk meningkatkan mutu empati: mengedepankan keramahan dalam pelayanan pelatihan, penguasaan komunikasi terapeutik, costumer servis. Pada mutu bukti langsung: menyediakan ruang tunggu untuk keluarga pasien, pengadaan alat-alat kebutuhan dasar pasien, pemisahan antara kamar mandi pasien dengan kamar mandi umum dan penempatan petugas khusus yang bertugas membersihkan serta mengawasi kebersihan unit rawat inap kebidanan. Kata kunci : Pelayan Kebidanan, Mutu, Kepuasan, Pasien Rawat Inap Kepustakaan : 36 (1991-2009). Diponegoro University Postgraduate Program Master’s Program in Public Health Majoring in Health Policy Administration Sub Majoring in Maternal and Child Health Management 2010 ABSTRACT Dadang Hermanto The Influence of Obstetric Service Quality Perception towards Obstetric Inpatient Satisfaction at Dr. H. Soemarno Sostroatmodjo Bulungan East Kalimantan xvi + 79 pages + 30 tables + 3 figures + 5 enclosures Obstetric service in the obstetric inpatient unit of Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo general hospital Bulungan has not met expectations. Unsatisfied statements are still reported by patients or their families regarding patient examination that is not done on time, slow in giving service or medication, impolite and talkative workers, unskilled workers when doing actions, and dirty bathrooms and toilets. Obstetric service quality viewed from 5 quality dimensions consists of validity, responsiveness, assurance, empathy and direct evidence. Achievement can be measured by the level of satisfaction. The objective of the study is to know the influence of obstetric service quality perception towards patient satisfaction in the obstetric inpatient unit. This was an analytic survey with cross sectional approach. Structured interview using obstetric service quality perception and patient satisfaction perception questionnaires were used to collect the data. Consecutive sampling was performed to obtain 120 study samples. A chi-square test to test the existence of association and a logistic regression analysis to test the existence of influencing variables were implemented. Results of this study showed good perception on validity (58.3%), good responsiveness (50.8%), good and poor assurance were in equal proportion (50%), poor emphaty (58.3%), poor direct evidence (53.3%) and unsatisfied patient perception (53.3%). Emphaty (OR= 11.886, p:0.0001) and direct evidence (OR=2.571, p:0.038) were the influencing variables when taking into account other variables in the analysis. In conclusion, to increase patient satisfaction, both empathy quality and obstetric service direct evidence improvements are needed. It is suggested to the obstetric inpatient unit to improve empathy quality: prioritize politeness in the training service, mastering therapeutic communication and customer service. Direct evidence qualities includes providing waiting room for family of patients, provision of patient basic-need instruments, separating patient’s bathroom and public bathroom and allocate special workers to clean and monitor cleanliness of the obstetric inpatient unit. Key words : Obstetric service, quality, satisfaction, inpatients Bibliography : 36 (1991-2009)








Standart Mutu Pelayanan Kebidanan Dari Standart 1-24

I. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN DASAR
1. PENGERTIAN
Norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang dinginkan
2. .SYARAT STANDART
a. Dapat diobservasi dan diukur
b. Realistik
c. Mudah dilakukan dan dibutuhkan
3. PENGENALAN STANDART PELAYANAN KEBIDANAN
Standart pelayanan kebidanan digunakan untuk menentukan kompetensi yg diperlukan bidan dlm menjalankan praktik sehari-hari. Standart pelayanan kebidanan jg dpt digunakan untuk :
a. Menilai mutu pelayanan
b. Menyususn rencana diklat bidan
c. Pengembangan kurikulum pendidikan bidan
II. STANDAR PERSYARATAN MINIMAL
1. STANDART MASUKAN
a. Jenis tenaga
a.) Generalis (pelaksana)
b.) Spesialistik (pengelola)
c.) Konsultan
b. Fasilitas
Fasilitas yg mendukung terlaksananya pelayanan kebidanan sesuai standart
a.) Peralatan

b.) TempatStandart Mutu Pelayanan Kebidanan Dari Standart 1-24

I. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN DASAR
1. PENGERTIAN
Norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang dinginkan
2. .SYARAT STANDART
a. Dapat diobservasi dan diukur
b. Realistik
c. Mudah dilakukan dan dibutuhkan
3. PENGENALAN STANDART PELAYANAN KEBIDANAN
Standart pelayanan kebidanan digunakan untuk menentukan kompetensi yg diperlukan bidan dlm menjalankan praktik sehari-hari. Standart pelayanan kebidanan jg dpt digunakan untuk :
a. Menilai mutu pelayanan
b. Menyususn rencana diklat bidan
c. Pengembangan kurikulum pendidikan bidan
II. STANDAR PERSYARATAN MINIMAL
1. STANDART MASUKAN
a. Jenis tenaga
a.) Generalis (pelaksana)
b.) Spesialistik (pengelola)
c.) Konsultan
b. Fasilitas
Fasilitas yg mendukung terlaksananya pelayanan kebidanan sesuai standart
a.) Peralatan
b.) Tempat
c. Kebijakan
a.) Pratap
b.)Petunjuk pelaksanaan
2. STANDAR LINGKUNGAN
a. Kebersihan
b. Proses kerja
c. Tata letak
d. Kedisiplinan
e. Keramahan
3. STANDAR PROSES
a. Proses asuhan (S.O.A.P)
b. Standart praktik profesional
c. Kode etik
III. STANDAR MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
Ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yaitu:
A. Standar pelayanan umum
Standar 1
Persiapan untuk hidup keluarga sehat
Standar 2
Pemcatatan dan pelaporan
B. Standar pelayanan antenatal
Standar 3
Identifikasi ibu hamil
Standar 4
Pemeriksaan dan pemantauan
standar 5
palpasi abdominal
standar 6
pngelolaan anemia pada kehamilan
standar 7
pengelolaan dini hipertensi pd khmlan
standar 8
persiapan persalinan
C. Standar pertolongan persalinan
standar 9
asuhan persalinan kala I
standar 10
persalinan kala II yg aman
standar 11
pentlaksnanan aktif persalinan kala II
standar 12
pnganan kala II dgn gwt jnin mll opisiotomi
D. Standar pelayanan nifas
standar 13
perawatan bayi baru lahir
standar 14
penanganan pd 2 jm stlh persalinan
standar 15
pelayanan bg ibu dan bayi pd masa nifas
E. Standar penanganan kegawatan obstetric dan neonatal
Standar penanganan kegawatan obstetri dan neonatal
standar 16
penanganan perdarahan dlm khmlan pd trimester III
standar 17
penanganan kegawatan pada eklamsi
standar 18
penangannan kegawatan (ada partus lama/macet)
standar 19
persaliana dgn penggunaan vacum eklaktar
standar 20
penangan retensio plasenta
standar 21
penanganan pendarahan post partum primer
standar 22
penanganan pendrahan post partum sekunder
standar 23
penanganan sepsis puerperalis
standar 24
penangan asfiksia neonatorum

c. Kebijakan
a.) Pratap
b.)Petunjuk pelaksanaan
2. STANDAR LINGKUNGAN
a. Kebersihan
b. Proses kerja
c. Tata letak
d. Kedisiplinan
e. Keramahan
3. STANDAR PROSES
a. Proses asuhan (S.O.A.P)
b. Standart praktik profesional
c. Kode etik
III. STANDAR MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
Ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yaitu:
A. Standar pelayanan umum
Standar 1
Persiapan untuk hidup keluarga sehat
Standar 2
Pemcatatan dan pelaporan
B. Standar pelayanan antenatal
Standar 3
Identifikasi ibu hamil
Standar 4
Pemeriksaan dan pemantauan
standar 5
palpasi abdominal
standar 6
pngelolaan anemia pada kehamilan
standar 7
pengelolaan dini hipertensi pd khmlan
standar 8
persiapan persalinan
C. Standar pertolongan persalinan
standar 9
asuhan persalinan kala I
standar 10
persalinan kala II yg aman
standar 11
pentlaksnanan aktif persalinan kala II
standar 12
pnganan kala II dgn gwt jnin mll opisiotomi
D. Standar pelayanan nifas
standar 13
perawatan bayi baru lahir
standar 14
penanganan pd 2 jm stlh persalinan
standar 15
pelayanan bg ibu dan bayi pd masa nifas
E. Standar penanganan kegawatan obstetric dan neonatal
Standar penanganan kegawatan obstetri dan neonatal
standar 16
penanganan perdarahan dlm khmlan pd trimester III
standar 17
penanganan kegawatan pada eklamsi
standar 18
penangannan kegawatan (ada partus lama/macet)
standar 19
persaliana dgn penggunaan vacum eklaktar
standar 20
penangan retensio plasenta
standar 21
penanganan pendarahan post partum primer
standar 22
penanganan pendrahan post partum sekunder
standar 23
penanganan sepsis puerperalis
standar 24
penangan asfiksia neonatorum









Menilai Mutu Pelayanan Kebidanan

PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
MELAKUKAN PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN MELALUI WAWANCARA
A. PENGERTIAN
1. Wawancara adalah proses komunikasi dengan tujuan tertentu antara individu dengan individu lain (komunikan). Merupakan langkah nyata, perasaan dan pengertian dengan menggunakan kata-kata, isyarat maupun tindakan-tindakan lain (menurut M. Greenhil).
Yang dimaksud dengan proses komunikasi ialah suatu proses pembicaraan yang terdiri dari adanya pembicaraan (klien yang mempunyai masalah) yang akan kita wawancarai, ada masalah yang perlu dipecahkan.
2. Wawancara merupakan bagian penting dari pewawancara dalam melaksanakan tugas pewawancara yaitu untuk memperoleh data yang relevan dari klien/keluarga/masyarakat. Berdasarkan data itu pewawancara dapat menentukan masalah serta membantu klien untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
3. Wawancara adalah keterampilan professional yang memerlukan aktivitas dan kreativitas untuk mempelajarinya dengan cara tersendiri demi tercapainya bermacam-macam tujuan (menurut B.W. Spardly).
Yang dimaksud aktivitas dan kreativitas adalah: aktivitas merupakan gerakan/tindakan dalam mencapai kemajuan. Dan kreativitas merupakan dorongan/kemauan/ide untuk bertindak menuju kemajuan.
Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa wawancara adalah cara pengumpulan data-data tentang klien melalui suatu proses yang bertahap dengan melibatkan beberapa komponen.
Dimana setelah data-data tentang klien terkumpul, lalu dilakukan penentuan masalah kesehatan klien sehingga memudahkan untuk memberikan asuhan kesehatan yang dibutuhkan berdasarkan masalah tersebut.
Adapun komponen-komponen yang terlibat dalam wawancara adalah sebagai berikut:
1.                   Komunikator
2.                   Masalah
3.                   Saluran
4.                   Penerima
5.                   Tempat
B. TUJUAN WAWANCARA
1. Mampu memahami perilaku orang lain
Bila menemukan klien marah, sikap yang diambil yaitu dengan menenangkannya, kemudian menanyakan sebab-sebab kemarahannya, mengapa ia bisa marah.
2. Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju
Di sini kita menangkap atau mengartikan tingkah laku atau reaksi nonverbal klien terhadap anjuran kita.
3. Memahami perlunya memberi pujian
Dalam menggali potensi klien untuk memecahkan masalahnya, perlu adanya pujian dan memberi bantuan memecahkan masalah klien di mana kurang bisa memecahkan masalahnya sendiri.
4. Menciptakan hubungan personal yang baik
Dengan menciptakan hubungan personal yang baik tentunya kita bisa mendekatkan diri kita dengan klien agar suasana menjadi lebih akrab.
5. Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu
Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan situasi/sikap tertentu dapat digali dengan mengajukan pertanyaan terbuka, karena pertanyaan terbuka memerlukan jawaban panjang ataupun berupa uraian.
6. Untuk menentukan suatu kesanggupan
Kita harus mengetahui keadaan/situasi yang dihadapi oleh klien dalam menentukan kesanggupannya.
7. Mendorong untuk bertindak
Mendorong atau mengerahkan supaya klien bertindak atau melakukan suatu kegiatan.
8. Memberi nasihat
Didalam wawancara juga ada yang bersifat memberi nasihat kepada klien/keluarga/masyarakat.
C. PROSES WAWANCARA
Di dalam proses wawancara (interview) ada 3 faktor atau komponen. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
1. Komunikator/klien: adalah orang yang memiliki masalah (sumber dari masalah). Dengan kata lain adalah orang yang menyampaikan masalah.
2. Masalah: adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien dimana ia tidak dapat memcahkannya sendiri. Semua yang ia rasakan tercemin dalam perilakunya antara lain diam, cemberut, marah-marah, dll. Lambang-lambang tersebut kita artikan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mencocokan dengan tingkah laku klien yang dirasakan dan reaksi yang kita lihat.
3. Saluran (channel): yang dimaksud dengan saluran disini adalah saran/alat yang dilalui oleh suara. Adapun alat itu adalah:
a. Mata (penglihatan)
Dalam menghadapi klien, mata kita harus tajam dan cepat menangkap atau mengartikan reaksi nonverbal/tingkah laku klien yang wajar maupun tidak wajar.
b. Telinga
Kondisi telinga harus baik atau segar agar cepat menangkap dan mendengar apa yang diucapkan klien, meskipun cerita klien tidak menarik, dengarkanlah supaya klien merasa puas.
D. MENJADI PENDENGAR YANG BAIK
Agar kita dapat menjadi pendengar yang baik bagi klien, perlu diketahui cara-cara menjadi pendengar yang baik yang terjadi dari:
1. Pengertian mendengarkan
Mendengarkan adalah memusatkan perhatian, penglihatan dan pendengaran sehingga dapat menangkap dan mengingat apa yang kita dengar serta kita lihat (menurut Drs. Surtin Citrobroto). Untuk mendengarkan dengan baik dibutuhkan usaha dan kemauan yang pada akhirnya menghasilkan pemusatan jiwa.
Setiap orang melaksanakannya ketika memperhatikan percakapan seseorang. Salah satu perhatian yang terbesar yang dapat ditunjukkan yaitu dengan memberikan perhatian dengan cara mendengarkan (menurut Katharina Lowsan SRN).
2. Tujuan mendengarkan
Maksud atau tujuan menjadi pendengar yang baik adalah:
a. Menyenangkan hati klien
b. Mengetahui dan mengerti pembicaraan orang lain
c. Memberikan rasa puas pada klien
d. Memberikan rasa aman pada pembicara
e. Menunjukkan rasa saling percaya
f. Menghargai pembicaraan
3. Teknik menjadi pendengar yang baik
Agar kita dapat menjadi pendengar yang baik, kita perlu mengetahui cara-cara meningkatkan kemampuan mendengarkan dengan aktif atau baik. Adapun cara-cara menjadi pendengar yang baik adalah:
a. Kesiapan mendengarkan
b. Partisipasi dalam proses mendengarkan
c. Menekankan pemahaman bukan mengkritik
d. Mengendalikan emosi
e. Menangkap ide pokok pembicaraan
f. Tunjukkan sikap terbuka
g. Kontak mata yang baik
h. Posisi sejajar dengan klien
i. Gunakan sentuhan
j. Peliharalah rasa humor
k. Gunakan pertanyaan terbuka
l. Gunakan teknik terarah
4. Prinsip-prinsip menjadi pendengar yang baik
Pada dasarnya menjadi pendengar yang baik membutuhkan suatu keterampilan tertentu. Prinsip umum menjadi pendengar yang baik adalah menunjukkan rasa empati, cepat tanggap, mampu menginterpretasikan informasi, dan dapat mengambil suatu tindakan yang tepat. Selain itu pendengar yang baik harus memiliki pendengaran yang tajam.
E. TEKNIK WAWANCARA
Supaya kita dapat mengadakan wawancara dengan baik, kita perlu mengetahui cara atau teknik wawancara yang baik. Adapun teknik-teknik tersebut antara lain:
1. Inisiatif
Diberikan inisiatif kepada klien dengan cara:
a. Memberikan kesempatan bicara kepada klien untuk mengutarakan masalahnya.
b. Mengemukakan pendapatnya.
c. Menggali potensi dalam mengatasi masalahnya.
Dalam hal ini kita dengan sabar mengarahakan klien untuk bicara. Jangan memotong pembicaraan klien, kecuali untuk membantu menemukan kata-kata atau mendorong klien meneruskan pembicaraannya. Berilah klien kesempatan yang cukup untuk mengutarakan pokok masalah yang dihadapinya.
2. Pendekatan tidak langsung
Kita hendaknya mengajukan pertanyaan tidak langsung pada masalahnya. Umpamakanlah sebagai lingkaran dan kemudian pikirkanlah setelah kita melihat lingkaran tersebut. Dari tepi mana kita bisa masuk agar kita sampai ditengah-tengah lingkaran.
3. Pertanyaan terbuka
Teknik yang baik supaya hasil wawancara sempurna adalah dengan mengajukan pertanyaan terbuka. Dengan pertanyaan terbuka klien diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengutarakan masalah yang dihadapinya. Pertanyaan terbuka sebagai cara pendekatan yang baik dan penting setiap wawancara karena pertanyaan terbuka memerlukan jawaban yang panjang dan banyak dapat menggali pendapat klien.
4. Penggunaan aktivitas verbal
Dengan penuh perhatian mendengarkan pembicaraan klien serta dengan diselingi beberapa pertanyaan pendek ataupun gerakan non verbal.
5. Wawancara spontan
Dengan suasanan kekeluargaan kita mengarahkan klien dengan cara santai atau rileks dengan duduk berdekatan, menggunakan bahasa yang sederhana sehungga klien tidak merasa malu atau canggung menghilangkan kesenjangan.
6. Penanganan ekspresi yang timbul dalam wawancara
Kita harus peka terhadap reaksi klien, baik verbal maupun non verbal sewaktu klien bicara.
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAWANCARA
Pada waktu kita wawancara, dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
1. Faktor penunjang
Dilihat dari klien
Kecakapan dan kemauan klien dalam menceritakan masalahnya. Sikap klien yaitu sikap klien yang mau menceritakan masalahnya dengan sungguh-sungguh dan bersedia dibantu.
Dilihat dari pewawancara
Berhasil tidaknya ditentukan oleh si pewawancara, maka yang dibutuhkan adalah:
· Kecakapan pewawancara dalam mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat menggali seluruh masalah. Harus cakap mendengarkan dan mengambil inti pembicaraan dan cepat tanggap terhadap reaksi klien baik verbal maupun nonverbal.
· Sikap pewawancara. Harus bersikap ramah, jangan sampai klien curiga, diharapkan pewawancara dapat mendekati klien sehingga timbul rasa saling percaya. Sikap pewawancara yang simpatik, muka manis, tidak sombong, rendah hati tetapi tegas.
· Pengetahuan. Pewawancara yang berpengetahuan luas dengan mudah dapat mencerna isi pembicaraan serta cepat tanggap terhadap pembicaraan klien.
· Sistem sosial. Kelincahan atau kepandaian perawat dalam memahami kebiasaan atau adat istiadat klien/keluarga/masyarakat yang diwawancarai, menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya, mengenal kebiasaan dan daerah klien.
2. Faktor penghambat
Faktor-faktor yang menghambat jalannya wawancara adalah:
a. Pewawancara kurang cakap dalam mendengarkan dan mengajukan pertanyaan terbuka serta menyimpulkan inti pembicaraan, sehingga tidak dapat menangkap pembicaraan.
b. Sikap pewawancara yang acuh tak acuh, tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya, sikap yang kurang ramah terhadap klien/keluarga/masyarakat.
c. Pengetahuan klien kurang. Bila demikian, hendaknya pewawancara dapat menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh klien.
Alimulhidayat, Aziz. 2007. Metode Penelitian kebidanan dan Teknik Analisa Data hal.100. Jakarta: Salemba Medika.
Asih, N.L.G.Y. 1994. Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat hal. 31-77. Jakarta: EGC.
Dr. Widyastuti, W MSc (PH). 2002. Pendekatan Kemasyarakatan hal. 43. Jakarta: DepKes RI
 
D. Materi
PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
MENGGUNAKAN SIKLUS PDCA
1. Penilaian Mutu
Mutu Pelayanan Kebidanan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak ( Roemer dalam Amiruddin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006).
Dimensi mutu pelayanan kebidanan adalah :
·                     Kompetensi Teknis (Technical competence)
·                     Akses terhadap pelayanan (Access to service)
·                     Efektivitas (Effectiveness)
·                     Efisiensi (Efficiency)
·                     Kontinuitas (Continuity)
·                     Keamanan (Safety)
·                     Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
·                     Kenyamanan (Amenities
Mutu pelayanan kebidanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan bersifat multidimensional. Artinya setiap orang dapat berbeda persepsi penilaiannya tergantung dari dimensi penilaian yang dipakai.
Robert dan Prevost (dalam Saifudin, 2006) menyatakan perbedaan dimensi penilaian yaitu :
a. Bagi pemakai jasa pelayanan, mutu terkait dengan dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan klien, kelancaran komunikasi, keprihatinan dan keramahtamahan petugas terhadap klien
b. Bagi penyelengara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi sesuai dengan kebutuhan klien
c. Bagi penyandang dana, mutu terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi ini disepakati bahwa penilaian mutu berpedoman pada hakekat dasar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demannds) klien pengguna pelayanan yang apabila berhasil akan menghasilkan kepuasan (client satisfaction) terhadap pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Maka mutu pelayanan kebidanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Makin sempurna kepuasan, maka semakin sempurna pelayanan yang dilakukan.
Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuasakan klien, tetapi masih banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembatasan, yaitu:
a.                   Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pengukuran kepuasan dilakukan tidak secara individual, tetapi yang dipakai adalah kepuasan rata-rata. Pelayanan kebidanan bermutu apabila dapat memuaskan rata-rata klien.
b.                  Pembatasan pada upayan yang dilakukan
Pelayanan kebidanan yang menimbulkan kepuasan harus memenuhi kode etik dan standar pelayanan kebidanan.
Mutu pelayanan kebidanan merujuk pada tingkat kesempurnaan yang dapat memuaskan dengan tingkat rata-rata klien serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar profesi kebidanan.
Menurut Amiruddin (2007) dalam melakukan penilaian mutu ada tiga pendekatan penilaian mutu, yaitu :
a. Struktur
· Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
· Struktur = input
· Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :
o                  Jumlah, besarnya input
o                  Mutu struktur atau mutu input
o                  Besarnya anggaran atau biaya
o                  Kewajaran
b. Proses
· Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan klien
· Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
· Baik tidaknya proses dapat diukur dari :
o                  Relevan tidaknya proses itu bagi klien
o                  Fleksibilitas dan efektifitas
o                  Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
o                  Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
c. Outcomes
· Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap klien
· Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
· Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
· Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional klien
2. Siklus PDCA
Konsep siklus PDCA pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“.PDCA, singkatan bahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" ("Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti"), adalah suatu proses pemecahan masalahempat langkah interatif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas.Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”(Tjitro, 2009)
Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis.
Siklus PDCA berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatuproses atau system sehingga mutu pelayanan kesehatan. PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja, pengawasan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan mutu pelayanan. Siklus PDCA digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk penyelesaian masalah dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Secara sederhana siklus PDCA dapat digambarkan sebagai berikut :
Perencanaan ( Plan )
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui serangkaian pilihan-pilihan .
Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan. Perencanaan merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta saling terkait dan terpadu sehingga dapat dipakai sebagai pedoman dalam melaksanaan cara penyelesaian masalah. Hasil akhir yang dicapai dari perencanaan adalah tersusunnya rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang akan diselenggarakan. Rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung setidak-tidaknya tujuh unsur rencana yaitu:
a. Judul rencana kerja (topic),
b. Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah mutu yang dihadapi (problem statement),
c. Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, lengkap dengan target yang ingin dicapai (goal, objective, and target),
d. Kegiatan yang akan dilakukan (activities),
e. Organisasi dan susunan personalia pelaksana (organization and personnels)
f. Biaya yang diperlukan (budget),
g. Tolak ukur keberhasilan yang dipergunakan (milestone).

PELAKSANAAN PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN BERDASARKAN KONSEP Plan, Do, Cek, Action (PDCA)

1.                  Penilaian Mutu
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak ( Roemer dalam Amirudin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006).
Dimensi mutu pelayanan kebidanan adalah :
· Kompetensi Teknis (Technical competence)
· Akses terhadap pelayanan (Access to service)
· Efektivitas (Effectiveness)
· Efisiensi (Efficiency)
· Kontinuitas (Continuity)
· Keamanan (Safety)
· Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
· Kenyamanan (Amenities
Mutu pelayanan kebidanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan bersifat multidimensional. Artinya setiap orang dapat berbeda persepsi penilaiannya tergantung dari dimensi penilaian yang dipakai.
Robert dan Prevost (dalam Saifudin, 2006) menyatakan perbedaan dimensi penilaian yaitu :
a. Bagi pemakai jasa pelayanan, mutu terkait dengan dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan klien, kelancaran komunikasi, keprihatinan dan keramahtamahan petugas terhadap klien
b. Bagi penyelengara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi sesuai dengan kebutuhan klien
c. Bagi penyandang dana, nutu terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi ini disepakati bahwa penilaian mutu berpedoman pada hakekat dasar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demannds) klien pengguna pelayanan yang apabila berhasil akan menghasilkan kepuasan (client satisfaction) terhadap pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Maka mutu pelayanan kebidanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Makin sempurna kepuasan, maka semakin sempurna pelayanan yang dilakukan.
Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuasakan klien, tetapi masih banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembatasan, yaitu:
a. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pengukuran kepuasan dilakukan tidak secara individual, tetapi yang dipakai adalah kepuasan rata-rata. Pelayanan kebidanan bermutu apabila dapat memuaskan rata-rata klien
b. Pembatasan pada upayan yang dilakukan
Pelayanan kebidanan yang menimbulkan kepuasan harus memenuhi kode etik dan standar pelayanan kebidanan.
Mutu pelayanan kebidanan merujuk pada tingkat kesempurnaan yang dapat memuaskan dengan tingkat rata-rata klien serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar profesi kebidanan.
Menurut Amiruddun (2007) dalam pelakukan penilaian mutu ada tiga pendekatan penilaian mutu, yaitu :
a. Struktur
· Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
· Struktur = input
· Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :
o Jumlah, besarnya input
o Mutu struktur atau mutu input
o Besarnya anggaran atau biaya
o Kewajaran
b. Proses
· Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan klien
· Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
· Baik tidaknya proses dapat diukur dari :
o Relevan tidaknya proses itu bagi klien
o Fleksibilitas dan efektifitas
o Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
o Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
c. Outcomes
· Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap klien
· Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
· Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
· Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional klien
2.                   Siklus PDCA
Konsep siklus PDCA pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“.PDCA, singkatanbahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" ("Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti"), adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah interatif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”(Tjitro, 2009)
Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagaisiklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Siklus PDCA berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau system sehaingga mutu pelayanan kesehatan.
PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja,pengawan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan mutu pelayanan. Siklus PDCA digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk penyelesaian masalah dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Secara sederhana siklus PDCA dapat digambarkan sebagai berikut :
Siklus PDCA terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1. Perencanaan ( Plan )
Tahapan pertama adalah membuat suatu perencanaan. Perencanaan merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta saling terkait dan terpadu sehingga dapat dipakaisebagai pedoman dalam melaksanaan cara penyelesaian masalah. Hasil akhir yang dicapai dari perencanaan adalah tersusunnya rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang akan diselenggarakan. Rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung setidak-tidaknya tujuh unsur rencana yaitu:
a. Judul rencana kerja (topic),
b. Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah mutu yang dihadapi (problem statement),
c. Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, lengkap dengan target yang ingin dicapai (goal, objective, and target),
d. Kegiatan yang akan dilakukan (activities),
e. Organisasi dan susunan personalia pelaksana (organization and personnels)
f. Biaya yang diperlukan (budget),
g. Tolak ukur keberhasilan yang dipergunakan (milestone).
2. Pelaksanaan ( Do )
Tahapan kedua yang dilakukan ialah melaksanakan rencana yang telah disusun. Jika pelaksanaan rencana tersebut membutuhkan keterlibatan staf lain di luar anggota tim, perlu terlebih dahulu diselenggarakan orientasi, sehingga staf pelaksana tersebut dapat memahami dengan lengkap rencana yang akan dilaksanakan.
Pada tahap ini diperlukan suatu kerjasama dari para anggota dan pimpinan manajerial. Untuk dapat mencapai kerjasama yang baik, diperlukan keterampilan pokok manajerial, yaitu :
a. Keterampilan komunikasi (communication) untuk menimbulkan pengertian staf terhadap cara pentelesaian mutu yang akan dilaksanakan
b. Keterampilan motivasi (motivation) untuk mendorong staf bersedia menyelesaikan cara penyelesaian masalah mutu yang telah direncanakan
c. Keterampilan kepemimpinan (leadershif) untuk mengkordinasikan kegiatan cara penyelesaian masalah mutu yang dilaksanakan
d. Keterampilan pengarahan (directing) untuk mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan.
3. Pemeriksaan ( Check )
Tahapan ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa kemajuan dan hasil yang dicapai dan pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Tujuan dari pemeriksaan untuk mengetahui :
a. Sampai seberapa jauh pelaksanaan cara penyelesaian masalahnya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
b. Bagian mana kegiatan yang berjalan baik dan bagaian mana yang belum berjalan dengan baik
c. Apakah sumberdaya yang dibutuhkan masih cukup tersedia
d. Apakah cara penyelesaian masalah yang sedang dilakukan memerlukan perbaikan atau
Untuk dapat memeriksa pelaksanaan cara penyelesaian masalah, ada dua alat bantu yang sering dipergunakan yakni
a. Lembaran pemeriksaan (check list)
Lembar pemeriksaan adalah suatu formulir yang digunakan untuk mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Langkah pembuatan lembar pemeriksan adalah:
· Tetapkan jenis penyimpangan yang diamati
· Tetapkan jangka waktu pengamatan
· Lakukan perhitungan penyimpangan
b. Peta kontrol (control diagram)
Peta kontrol adalah suatu peta / grafik yang mengambarkan besarnya penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Peta kontrol dibuat bedasarkan lembar pemeriksaan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan peta kontrol adalah :
· Tetapkan garis penyimpangan minimum dan maksimum
· Tentukan prosentase penyimpangan
· Buat grafik penyimpangan
· Nilai grafik
4. Perbaikan (Action)
Tahapan keempat yang dilakukan adalah melaksanaan perbaikan rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja atau bila perlu mempertimbangkan pemilihan dengan cara penyelesaian masalah lain. Untuk selanjutnya rencana kerja yang telah diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.
PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
BERDASARKAN KONSEP PLAN. DO, CEK, ACTION (PDCA)
( Tentang Pemeriksaan)
A. Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan Menggunakan Siklus PDCA
1. Penilaian Mutu
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak ( Roemer dalam Amirudin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006).
Dimensi mutu pelayanan kebidanan adalah :
· Kompetensi Teknis (Technical competence)
· Akses terhadap pelayanan (Access to service)
· Efektivitas (Effectiveness)
· Efisiensi (Efficiency)
· Kontinuitas (Continuity)
· Keamanan (Safety)
· Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
· Kenyamanan (Amenities)
Mutu pelayanan kebidanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan bersifat multidimensional. Artinya setiap orang dapat berbeda persepsi penilaiannya tergantung dari dimensi penilaian yang dipakai.
Robert dan Prevost (dalam Saifudin, 2006) menyatakan perbedaan dimensi penilaian yaitu:
a. Bagi pemakai jasa pelayanan, mutu terkait dengan dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan klien, kelancaran komunikasi, keprihatinan dan keramahtamahan petugas terhadap klien
b. Bagi penyelengara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi sesuai dengan kebutuhan klien
c. Bagi penyandang dana, nutu terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi ini disepakati bahwa penilaian mutu berpedoman pada hakekat dasar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demannds) klien pengguna pelayanan yang apabila berhasil akan menghasilkan kepuasan (client satisfaction) terhadap pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Maka mutu pelayanan kebidanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Makin sempurna kepuasan, maka semakin sempurna pelayanan yang dilakukan.
Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuasakan klien, tetapi masih banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembatasan, yaitu:
a. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pengukuran kepuasan dilakukan tidak secara individual, tetapi yang dipakai adalah kepuasan rata-rata. Pelayanan kebidanan bermutu apabila dapat memuaskan rata-rata klien
b. Pembatasan pada upaya yang dilakukan
Pelayanan kebidanan yang menimbulkan kepuasan harus memenuhi kode etik dan standar pelayanan kebidanan.
Mutu pelayanan kebidanan merujuk pada tingkat kesempurnaan yang dapat memuaskan dengan tingkat rata-rata klien serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar profesi kebidanan.
Menurut Amiruddin (2007) dalam pelakukan penilaian mutu ada tiga pendekatan penilaian mutu, yaitu :
a. Struktur
1) Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
2) Struktur = input
3) Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :
· Jumlah, besarnya input
· Mutu struktur atau mutu input
· Besarnya anggaran atau biaya
· Kewajaran
b. Proses
1) Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan klien
2) Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
3) Baik tidaknya proses dapat diukur dari :
- Relevan tidaknya proses itu bagi klien
- Fleksibilitas dan efektifitas
- Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
- Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
c. Outcomes
1) Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap klien
2) Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
3) Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
4) Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional klien
2. Siklus PDCA
Konsep siklus PDCA pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“.PDCA, singkatan bahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" ("Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti"), adalah suatu proses pemecahan masalahempat langkah interatif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”(Tjitro, 2009)
Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Siklus PDCA berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau system sehingga mutu pelayanan kesehatan.
PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja,pengawan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan mutu pelayanan. Siklus PDCA digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk penyelesaian masalah dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Siklus PDCA terdiri dari empat tahapan, yaitu:
1) Perencanaan/Plan
2) Pelaksanaan/Do
3) Pemeriksaan/Check
4) Perbaikan/Action
B. Pemeriksaan ( Check ) Berdasarkan PDCA
Tahapan ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa kemajuan dan hasil yang dicapai dan pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Tujuan dari pemeriksaan untuk mengetahui :
a. Sampai seberapa jauh pelaksanaan cara penyelesaian masalahnya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
b. Bagian mana kegiatan yang berjalan baik dan bagaian mana yang belum berjalan dengan baik
c. Apakah sumber daya yang dibutuhkan masih cukup tersedia
d. Apakah cara penyelesaian masalah yang sedang dilakukan memerlukan perbaikan atau
Untuk dapat memeriksa pelaksanaan cara penyelesaian masalah, ada dua alat bantu yang sering dipergunakan yakni
a. Lembaran pemeriksaan (check list)
Lembar pemeriksaan adalah suatu formulir yang digunakan untuk mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Langkah pembuatan lembar pemeriksan adalah:
- Tetapkan jenis penyimpangan yang diamati
- Tetapkan jangka waktu pengamatan
- Lakukan perhitungan penyimpangan
b. Peta kontrol (control diagram)
Peta kontrol adalahsuatu peta / grafik yang mengambarkan besarnya penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Peta kontrok dibuat bedasarkan lembar pemeriksaan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan peta kontrol adalah :
- Tetapkan garis penyimpangan minimum dan maksimum
- Tentukan prosentase penyimpangan
- Buat grafik penyimpangan
- Nilai grafik
PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
BERDASARKAN PLAN, DOC, CEK, ACTION
(ACTION/ PERBAIKAN)
A. Penilaian Mutu
Mutu pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak ( Roemer dalam Amirudin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006).
Dimensi mutu pelayanan kebidanan adalah :
· Kompetensi Teknis (Technical competence)
· Akses terhadap pelayanan (Access to service)
· Efektivitas (Effectiveness)
· Efisiensi (Efficiency)
· Kontinuitas (Continuity)
· Keamanan (Safety)
· Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
· Kenyamanan (Amenities
Mutu pelayanan kebidanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan bersifat multidimensional. Artinya setiap orang dapat berbeda persepsi penilaiannya tergantung dari dimensi penilaian yang dipakai.
Robert dan Prevost (dalam Saifudin, 2006) menyatakan perbedaan dimensi penilaian yaitu :
a. Bagi pemakai jasa pelayanan, mutu terkait dengan dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan klien, kelancaran komunikasi, keprihatinan dan keramahtamahan petugas terhadap klien
b. Bagi penyelengara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi sesuai dengan kebutuhan klien
b. Bagi penyelengara pelayanan, nutu terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi ini disepakati bahwa penilaian mutu berpedoman pada hakekat dasar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demannds) klien pengguna pelayanan yang apabila berhasil akan menghasilkan kepuasan (client satisfaction) terhadap pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Maka mutu pelayanan kebidanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Makin sempurna kepuasan, maka semakin sempurna pelayanan yang dilakukan.
Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuasakan klien, tetapi masih banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembatasan, yaitu:
a. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pengukuran kepuasan dilakukan tidak secara individual, tetapi yang dipakai adalah kepuasan rata-rata. Pelayanan kebidanan bermutu apabila dapat memuaskan rata-rata klien
b. Pembatasan pada upaya yang dilakukan
Pelayanan kebidanan yang menimbulkan kepuasan harus memenuhi kode etik dan standar pelayanan kebidanan.
Mutu pelayanan kebidanan merujuk pada tingkat kesempurnaan yang dapat memuaskan dengan tingkat rata-rata klien serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar profesi kebidanan.
Menurut Amiruddun (2007) dalam Melakukan penilaian mutu ada tiga pendekatan penilaian mutu, yaitu :
a. Struktur
· Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
· Struktur = input
· Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :
o Jumlah, besarnya input
o Mutu struktur atau mutu input
o Besarnya anggaran atau biaya
o Kewajaran
b. Proses
· Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan klien
· Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
· Baik tidaknya proses dapat diukur dari :
o Relevan tidaknya proses itu bagi klien
o Fleksibilitas dan efektifitas
o Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
o Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
c. Outcomes
· Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap klien
· Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
· Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
· Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional klien
B. Siklus PDCA
Konsep siklus PDCA pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“.PDCA, singkatan bahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" ("Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti"), adalah suatu prosespemecahan masalah empat langkah interatif yang umum digunakan dalampengendalian kualitas. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”(Tjitro, 2009)
Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Siklus PDCA berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau system sehaingga mutu pelayanan kesehatan. PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja,pengawan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan mutu pelayanan. Siklus PDCA digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk penyelesaian masalah dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
C. Dimensi PDCA
Dengan pendekatan PDCA ini perumusan wewenang dan tanggungjawab lebih mudah dilakukan. Setiap level akan memiliki wewenang dan tanggungjawab yang sesuai dengan kedudukan sehingga beban tanggungjawab benar-benar sesuai dengan tingkatan level kedudukan unit organisasi. Tentunya semakin tinggi level unit tersebut dalam organisasi maka komposisi dari Plan dan Check akan lebih banyak dibandingkan level di bawah. Level Top Management, fungsi Plan akan lebih besar dibandingkan fungsi lainnya. Level Midle Management, fungsi Plan akan lebih sedikit dibandingkan dengan Top Management. Sebaliknya, level Midle Management fungsi Do akan lebih banyak dibandingkan level Top Management. Demikian pula di level Lower Management fungsi Do lebih besar dibandingkan dengan kedua level diatasnya, dan seterusnya.
Perlu diperhatikan, ketika mendisain wewenang dan tanggungjawab itu perlu meletakan dasar berpijak dari sebuah wewenang dan tanggungjawab secara jelas. Dasar pijakan dari sebuah jabatan antara lain bahwa setiap kegiatan yang dilakukan memiliki tanggungjawab, setiap kegiatan yang dilakukan dibatasi oleh kewenangan, Setiap kegiatan diuraikan dalam bentuk tugas-tugas, setiap hasil kegiatan yang dilakukan secara periodik harus dipertanggungjawabkan. Bertolak dari dasar pijakan tersebut maka rumusan level atau tingkatan pertanggungjawabanya menjadi sangat jelas.
D. Implementasi konsep PDCA
Konsep PDCA yang pada hakekatnya merupakan siklus, maka pada implementasinya akan membangun budaya mutu yang continual improvement. Implementasi konsep PDCA untuk desain wewenang dan tanggungjawab dijabarkan berikut ini. Plan (perencanaan) yaitu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Pada tahapan perencanaan ini, rumusan desain diarahkan pada mengembangkan sasaran dan proses-proses yang diperlukan untuk mencapai hasil yang sesuai dengan kebijakan organisasi atau sesuai persyaratan pengguna. Do (melaksanakan), yaitu mengerjakan yang direncanakan. Pada tahapan melaksanakan ini, rumusan desain diarahkan pada melaksanakan strategi, kebijakan, dan proses-proses yang diperlukan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan dalam sasaran mutu atau sesuai persyaratan pengguna. Check (meriksa), yaitu apakah hasil yang terjadi sesuai dengan yang direncanakan. Pada tahapan memeriksa ini, rumusan desain diarahkan pada memantau, mengevaluasi, mengukur kesesuaian proses-proses yang telah dijalankan dan produk yang telah dihasilkan dengan kebijakan organisasi, sasaran mutu dan persyaratan produk yang telah ditetapkan. diperlukan untuk mencapai hasil yang sesuai dengan kebijakan organisasi atau sesuai persyaratan pengguna. Action (tindaklanjut), yaitu apakah tindaklanjut yang akan diambil dengan hasil yang diperoleh dan upaya yang diperlukan untuk meningkatkan hasil yang diperoleh. Pada tahapan tindaklanjut ini, rumusan desain diarahkan pada upaya-upaya tindakan untuk meningkatkan kinerja proses secara bekesinambungan. Penjabaran dari konsep PDCA ini ke dalam kata-kata operasional adalah sebagai berikut:
Plan : menyusun, merencanakan, mengkoordinasikan, mensosialisasikan,mengkomunikasikan,
Do : melakukan, melaksanakan, menerapkan, mengimplementasikan,
Check : memeriksa, memonitor, mengecek, mengukur, mengevaluasi, mengoreksi
Act : melaporkan, mempertanggungjawabkan, menindaklanjuti, memperbaiki, meningkatkan.
E. Perbaikan (Action)
Langkah keempat yang dilakukan dalam penilaian pelayanan kebidanan adalah melaksanaan perbaikan rencana kerja. Lakukanlah penyempurnaan rencana kerja atau bila perlu mempertimbangkan pemilihan dengan cara penyelesaian masalah lain. Untuk selanjutnya rencana kerja yang telah diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau kemajuan serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari kemajuan serta hasil tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.
Perbaikan (Action) ada 2 yaitu :
 Standarisasi perubahan
· Pertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan
· Revisi proses yang sudah diperbaiki
· Modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada
· Komunikasikan kepada seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan yang dilakukan.
· Lakukan pelatihan bila perlu
· Mengembangkan rencana yang jelas
· Dokumentasikan proyek
 Memonitor perubahan
· Melakukan pengukuran dan pengendalian proses secara teratur
· Alat yang digunakan 
Alat atau tools adalah salah satu kekuatan dalam manajemen kualitas. Alat membantu kita bekerja lebih efisien dan efektif, tergantung dari apa yang bisa dibantu dengan alat tersebut. Kita membutuhkan informasi yang lebih terstruktur dan mudah dipahami dari sebuah koleksi data, ada alat yang membantu mengolah data . 
Alat-alat dapat berdiri sendiri atau akan lebih powerful ketika digabungkan Perlu pemilihan alat yang tepat untuk sebuah kebutuhan langkah yang memang dapat membantu kita.
Jika Hasil penilaian pelaksanaan satu siklus ternyata berhasil mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan menyusun saran. Pada umumnya ada dua saran tindak lanjut yang dapat diajukan yaitu:
1. Mempertimbangkan dimasukannya cara penyelesaian masalah tersebut sebagai bagian kegiatan rutin yang dilakukan oleh institusi kesehatan.
2. Menetapkan lagi masalah mutu lain dan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, untuk kemudian diikuti dengan menetapkan penyebab masalah serta pelaksanaan cara penyelesaian masalah tersebut dengan mengikuti siklus PDCA.
Pada waktu menyelenggarakan kegiatan ini ada beberapa karakteristis yang perlu diperhatikan, karakteristik yang dimaksud adalah:
· Berkesinambungan, artinya pelaksanaan program menjaga mutu tidak hanya satu kali tetapi harus terus menerus.
· Sistematis, artinya pelaksanaan program menjaga mutu harus mengikuti alur kegiatan serta sasaran yang baku.
· Objektif, artinya pelaksanaan program menjaga mutu, terutama pada waktu menetapkan masalah, penyebab masalah dan penilaian, tidak dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan lain kecuali atas dasar yang ditemukan.
· Terpadu, artinya pelaksanaan program menjaga mutu harus terpadu dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin. 2007. Pendekatan Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pelayanan Kesehatan,
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Pelayanan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
MELAKUKAN PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
MELALUI OBSERVASI
PENGERTIAN
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang di susun diberisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang di gambarkan akan terjadi.
Dari penelitian berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekadar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian kedalam suatu skala bertingkat.
Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Dalam metode observasi ini, instrumen yang dapat digunakan, antara lain : lembar observasi, panduan pengamatan (observasi) atau lembar cheklist
Dalam mengobservasi sesuatu ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh Bidan, yaitu pengamatan objektif dan penafsiran (interpretasi). Seorang Bidan yang tajam pengamatannya akan memperhatikan bahwa ada beberapa ketidaksesuaian antara tinkah laku verbal dan nonverbal, antara apa yang di ucapkan dan apa yang dikerjakan.
Pengamatan objektif
Merupakan berbagai tingkah laku yang dilihat dan didengar. misalnya duduk,berdiri, gelisah dengan mengeluarkan kata seperti aduh.
Penafsiran (interpretasi)
Merupakan kesan yang diberikan terhadap apa yang dilihat (amati) dan didengar. Misalnya, jengkel karena terlalu lama menunggu. Bidan perlu mengetahui perbedaan pengamatan objektif dengan penafsiran agar lebih berhati-hati dalam melakukan observasi.
Tingkah laku verbal dan nonverbal
1. Tingkal laku verbal
Merupakan perbuatan atau perilaku yang ditunjukan melalui bahasa atau kata-kata. bahasa dicerminkan dengan adanya perbendaharaan kata, penggunaan kalimat, intonasi, kecepatan berbicara, dan homor. Yang harus di lakukan bidan dalam melakukan pengamatan tingkah laku verbal adalah bagaimana klien beralih topik, kata-kata kunci yang di gunakan, penjelasan-penjelasan yang disampaikan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
2. Tingkah laku nonverbal
Merupakan tingkah laku dalam bentuk bahasa tubuh yang meliputi isyarat, pergerakan tubuh dan penampilan fisik. Bidan harus dapat melakukan pengamatan terhadap tingkah laku nonverbal dengan memperhatikan bagaimana cara klien menatap mata, bahasa tubuh, kualitas suara yang merupakan indikator penting dalam mengungkapkan apa yang terjadi pada diri klien.
Sebaiknya dalam komunikasi efektif tingkah laku verbal dan nonverbal digunakan secara sinergis, tidak berdiri sendiri. Penggunaan tingkah laku verbal dan nonverbal secara terpisah akan menimbulkan salah penafsiran. Perlu dilakukan penelaahan lebih lanjut dengan bertanya atau mendengarkan secara aktif. harus ditelaah lebih lanjut arti dari ketidak sesuaian antara yang disampaikan (verbal) ekspresi muka (nonverbal).
PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
MELAKUKAN PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN MELALUI WAWANCARA
G. PENGERTIAN
1. Wawancara adalah proses komunikasi dengan tujuan tertentu antara individu dengan individu lain (komunikan). Merupakan langkah nyata, perasaan dan pengertian dengan menggunakan kata-kata, isyarat maupun tindakan-tindakan lain (menurut M. Greenhil).
Yang dimaksud dengan proses komunikasi ialah suatu proses pembicaraan yang terdiri dari adanya pembicaraan (klien yang mempunyai masalah) yang akan kita wawancarai, ada masalah yang perlu dipecahkan.
2. Wawancara merupakan bagian penting dari pewawancara dalam melaksanakan tugas pewawancara yaitu untuk memperoleh data yang relevan dari klien/keluarga/masyarakat. Berdasarkan data itu pewawancara dapat menentukan masalah serta membantu klien untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
3. Wawancara adalah keterampilan professional yang memerlukan aktivitas dan kreativitas untuk mempelajarinya dengan cara tersendiri demi tercapainya bermacam-macam tujuan (menurut B.W. Spardly).
Yang dimaksud aktivitas dan kreativitas adalah: aktivitas merupakan gerakan/tindakan dalam mencapai kemajuan. Dan kreativitas merupakan dorongan/kemauan/ide untuk bertindak menuju kemajuan.
Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa wawancara adalah cara pengumpulan data-data tentang klien melalui suatu proses yang bertahap dengan melibatkan beberapa komponen.
Dimana setelah data-data tentang klien terkumpul, lalu dilakukan penentuan masalah kesehatan klien sehingga memudahkan untuk memberikan asuhan kesehatan yang dibutuhkan berdasarkan masalah tersebut.
Adapun komponen-komponen yang terlibat dalam wawancara adalah sebagai berikut:
6.                   Komunikator
7.                   Masalah
8.                   Saluran
9.                   Penerima
10.               Tempat
H. TUJUAN WAWANCARA
1. Mampu memahami perilaku orang lain
Bila menemukan klien marah, sikap yang diambil yaitu dengan menenangkannya, kemudian menanyakan sebab-sebab kemarahannya, mengapa ia bisa marah.
2. Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju
Di sini kita menangkap atau mengartikan tingkah laku atau reaksi nonverbal klien terhadap anjuran kita.
3. Memahami perlunya memberi pujian
Dalam menggali potensi klien untuk memecahkan masalahnya, perlu adanya pujian dan memberi bantuan memecahkan masalah klien di mana kurang bisa memecahkan masalahnya sendiri.
4. Menciptakan hubungan personal yang baik
Dengan menciptakan hubungan personal yang baik tentunya kita bisa mendekatkan diri kita dengan klien agar suasana menjadi lebih akrab.
5. Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu
Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan situasi/sikap tertentu dapat digali dengan mengajukan pertanyaan terbuka, karena pertanyaan terbuka memerlukan jawaban panjang ataupun berupa uraian
6. Untuk menentukan suatu kesanggupan
Kita harus mengetahui keadaan/situasi yang dihadapi oleh klien dalam menentukan kesanggupannya.
7. Mendorong untuk bertindak
Mendorong atau mengerahkan supaya klien bertindak atau melakukan suatu kegiatan.
8. Memberi nasihat
Didalam wawancara juga ada yang bersifat memberi nasihat kepada klien/keluarga/masyarakat.
I. PROSES WAWANCARA
Di dalam proses wawancara (interview) ada 3 faktor atau komponen. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
1. Komunikator/klien: adalah orang yang memiliki masalah (sumber dari masalah). Dengan kata lain adalah orang yang menyampaikan masalah.
2. Masalah: adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien dimana ia tidak dapat memcahkannya sendiri. Semua yang ia rasakan tercemin dalam perilakunya antara lain diam, cemberut, marah-marah, dll. Lambang-lambang tersebut kita artikan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mencocokan dengan tingkah laku klien yang dirasakan dan reaksi yang kita lihat.
3. Saluran (channel): yang dimaksud dengan saluran disini adalah saran/alat yang dilalui oleh suara. Adapun alat itu adalah:
a. Mata (penglihatan)
Dalam menghadapi klien, mata kita harus tajam dan cepat menangkap atau mengartikan reaksi nonverbal/tingkah laku klien yang wajar maupun tidak wajar.
b. Telinga
Kondisi telinga harus baik atau segar agar cepat menangkap dan mendengar apa yang diucapkan klien, meskipun cerita klien tidak menarik, dengarkanlah supaya klien merasa puas.
J. MENJADI PENDENGAR YANG BAIK
Agar kita dapat menjadi pendengar yang baik bagi klien, perlu diketahui cara-cara menjadi pendengar yang baik yang terjadi dari:
1. Pengertian mendengarkan
Mendengarkan adalah memusatkan perhatian, penglihatan dan pendengaran sehingga dapat menangkap dan mengingat apa yang kita dengar serta kita lihat (menurut Drs. Surtin Citrobroto). Untuk mendengarkan dengan baik dibutuhkan usaha dan kemauan yang pada akhirnya menghasilkan pemusatan jiwa.
Setiap orang melaksanakannya ketika memperhatikan percakapan seseorang. Salah satu perhatian yang terbesar yang dapat ditunjukkan yaitu dengan memberikan perhatian dengan cara mendengarkan (menurut Katharina Lowsan SRN).
2. Tujuan mendengarkan
Maksud atau tujuan menjadi pendengar yang baik adalah:
a. Menyenangkan hati klien
b. Mengetahui dan mengerti pembicaraan orang lain
c. Memberikan rasa puas pada klien
d. Memberikan rasa aman pada pembicara
e. Menunjukkan rasa saling percaya
f. Menghargai pembicaraan
3. Teknik menjadi pendengar yang baik
Agar kita dapat menjadi pendengar yang baik, kita perlu mengetahui cara-cara meningkatkan kemampuan mendengarkan dengan aktif atau baik. Adapun cara-cara menjadi pendengar yang baik adalah:
a. Kesiapan mendengarkan
b. Partisipasi dalam proses mendengarkan
c. Menekankan pemahaman bukan mengkritik
d. Mengendalikan emosi
e. Menangkap ide pokok pembicaraan
f. Tunjukkan sikap terbuka
g. Kontak mata yang baik
h. Posisi sejajar dengan klien
i. Gunakan sentuhan
j. Peliharalah rasa humor
k. Gunakan pertanyaan terbuka
l. Gunakan teknik terarah
4. Prinsip-prinsip menjadi pendengar yang baik
Pada dasarnya menjadi pendengar yang baik membutuhkan suatu keterampilan tertentu. Prinsip umum menjadi pendengar yang baik adalah menunjukkan rasa empati, cepat tanggap, mampu menginterpretasikan informasi, dan dapat mengambil suatu tindakan yang tepat. Selain itu pendengar yang baik harus memiliki pendengaran yang tajam.
K. TEKNIK WAWANCARA
Supaya kita dapat mengadakan wawancara dengan baik, kita perlu mengetahui cara atau teknik wawancara yang baik. Adapun teknik-teknik tersebut antara lain:
1. Inisiatif
Diberikan inisiatif kepada klien dengan cara:
a. Memberikan kesempatan bicara kepada klien untuk mengutarakan masalahnya.
b. Mengemukakan pendapatnya.
c. Menggali potensi dalam mengatasi masalahnya.
Dalam hal ini kita dengan sabar mengarahakan klien untuk bicara. Jangan memotong pembicaraan klien, kecuali untuk membantu menemukan kata-kata atau mendorong klien meneruskan pembicaraannya. Berilah klien kesempatan yang cukup untuk mengutarakan pokok masalah yang dihadapinya.
2. Pendekatan tidak langsung
Kita hendaknya mengajukan pertanyaan tidak langsung pada masalahnya. Umpamakanlah sebagai lingkaran dan kemudian pikirkanlah setelah kita melihat lingkaran tersebut. Dari tepi mana kita bisa masuk agar kita sampai ditengah-tengah lingkaran.
3. Pertanyaan terbuka
Teknik yang baik supaya hasil wawancara sempurna adalah dengan mengajukan pertanyaan terbuka. Dengan pertanyaan terbuka klien diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengutarakan masalah yang dihadapinya. Pertanyaan terbuka sebagai cara pendekatan yang baik dan penting setiap wawancara karena pertanyaan terbuka memerlukan jawaban yang panjang dan banyak dapat menggali pendapat klien.
4. Penggunaan aktivitas verbal
Dengan penuh perhatian mendengarkan pembicaraan klien serta dengan diselingi beberapa pertanyaan pendek ataupun gerakan non verbal.
5. Wawancara spontan
Dengan suasanan kekeluargaan kita mengarahkan klien dengan cara santai atau rileks dengan duduk berdekatan, menggunakan bahasa yang sederhana sehungga klien tidak merasa malu atau canggung menghilangkan kesenjangan.
6. Penanganan ekspresi yang timbul dalam wawancara
Kita harus peka terhadap reaksi klien, baik verbal maupun non verbal sewaktu klien bicara.
L. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAWANCARA
Pada waktu kita wawancara, dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
1. Faktor penunjang
Dilihat dari klien
Kecakapan dan kemauan klien dalam menceritakan masalahnya. Sikap klien yaitu sikap klien yang mau menceritakan masalahnya dengan sungguh-sungguh dan bersedia dibantu.
Dilihat dari pewawancara
Berhasil tidaknya ditentukan oleh si pewawancara, maka yang dibutuhkan adalah:
· Kecakapan pewawancara dalam mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat menggali seluruh masalah. Harus cakap mendengarkan dan mengambil inti pembicaraan dan cepat tanggap terhadap reaksi klien baik verbal maupun nonverbal.
· Sikap pewawancara. Harus bersikap ramah, jangan sampai klien curiga, diharapkan pewawancara dapat mendekati klien sehingga timbul rasa saling percaya. Sikap pewawancara yang simpatik, muka manis, tidak sombong, rendah hati tetapi tegas.
· Pengetahuan. Pewawancara yang berpengetahuan luas dengan mudah dapat mencerna isi pembicaraan serta cepat tanggap terhadap pembicaraan klien.
· Sistem sosial. Kelincahan atau kepandaian perawat dalam memahami kebiasaan atau adat istiadat klien/keluarga/masyarakat yang diwawancarai, menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya, mengenal kebiasaan dan daerah klien.
2. Faktor penghambat
Faktor-faktor yang menghambat jalannya wawancara adalah:
a. Pewawancara kurang cakap dalam mendengarkan dan mengajukan pertanyaan terbuka serta menyimpulkan inti pembicaraan, sehingga tidak dapat menangkap pembicaraan.
b. Sikap pewawancara yang acuh tak acuh, tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya, sikap yang kurang ramah terhadap klien/keluarga/masyarakat.
c. Pengetahuan klien kurang. Bila demikian, hendaknya pewawancara dapat menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh klien.
PENDOKUMENTASIAN PELAYANAN KEBIDANAN
A. PENGERTIAN
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya bahan pustaka baik berupa tulisan atau rekaman.
Dokumentasi merupakan suatu catatan otentik atau semua warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. (menurut manajemen kebidanan, 1995).
Pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau peristiwa dan objek maupun aktivitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
Catatan pasien merupakan suatu dokumen yang legal, dari status sehat, sakit pasien pada saat lampau, sekarang, dalam bentuk tulisan, yang menggambarkan asuhan keperawatan atau kebidanan yang diberikan. Umumnya catatan pasien berisi informasi yang mengidentifikasi masalah, diagnosa keperawatan, respon pasien terhadap asuhan keperawatan atau kebidanan yang diberikan dan respon terhadap pengobatan serta berisi beberapa rencana untuk interfensi lanjutan.
Dokumentasi kebidanan
Dokumentasi kebidanan merupakan bukti catatan dalam pelaporan yang dimiliki bidan dalam melakukan catatan asuhan yang berguna untuk kepentingan klein, bidan dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab bidan. Dokumentasi kebidanan merupakan bukti legal dari asuhan pelaksanan kebidanan.
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan kebidanan adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh bidan setelah memberikan asuhan kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan kebidanan serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi kebidanan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggung jawabkan.
Dokumentasi kebidanan merupakan bagian integral dari asuhan kebidanan yang dilaksanakan sasuai standar. Dengan demikian pemahaman dan keterampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap tenaga kebidanan agar mampu membuat dokumentasi keperawatan atau kebidanan secara baik dan benar.
B. TUJUAN DOKUMENTASI
1. Sebagai sarana komunikasi
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk :
a. Membantu koordinasi asuhan keperawatan/kebidanan yang diberikan oleh tim kesehatan.
b. Mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan keperawatan/kebidanan pada pasien
c. Membantu tim perawat/bidan dalam menggunakan waktu sebaik-baiknya.
2. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat
Sebagai upaya untuk melindungi pasien terhadap kualitas pelayanan keperawatan/kebidanan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka perawat/bidan diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap pasien.
3. Sebagai informasi statistik
Data statistik dari dokumentasi keperawatan/kebidanan dapat membantu merencanakan kebutuhan dimasa mendatang, baik SDM, sarana, prasarana dan teknis.
4. Sebagai sarana pendidikan
Dokumentasi asuhan keperawatan/kebidanan yang dilaksanakan secara baik dan benar akan membantu para siswa keperawatan/kebidanan maupun siswa kesehatan lainnya dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan membandingkannya, baik teori maupun praktik lapangan.
5. Sebagai sumber data penelitian
Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat digunakan sebagai sumber data penetilian. Hal ini erat kaitannya dengan yang dilakukan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan yang diberikan,sehingga melalui penelitian dapat diciptakan satu bentuk pelayanan keperawatan dan kebidanan yang aman, efektif dan etis.
6. Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan
Melalui dokumentasi yang dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan asuhan keperawatan/ kebidanan yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kulaitas merupakan bagian dari program pengembangan pelayanan kesehatan. Suatu perbaikan tidak dapat diwujudkan tanpa dokumntasi yanh kontinu, akurat dan rutin baik yang dilakukan oleh perawat / bidan maupun tenaga kesehatan lainnya. Audit jaminan kualitas membantu untuk menetapkan suatu akreditasi pelayanan keperawatan / kebidanan dalam mencapai standar yang telah ditetapkan.
7. Sebagai sumber data perencanaan asuhan keperawatan/kebidanan berkelanjutan
Dengan dokumntasi akan didapatkan data yang aktual dan konsisten mencakup seluruh kegiatan keperawatan/kebidanan yang dilakukan melalui tahapan kegiatan proses keperawatan kebidanan.
C. PRINSIP – PRINSIP PENCATATAN / DOKKUMENTASI
Prinsip pencatatan ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi isi maupun teknik pecatatan.
a. Isi pencatatan
1. Mengandung nilai administratif
2. Mengandung nilai hukum
3. Mengandung nilai keuangan
4. Mengandung nilai riset
5. Mengandung nilai edukasi
b. Teknik pencatatan
1. Menulis nama pasien pada setiap halaman catatan perawata/bidan
2. Mudah dibaca, sebaiknya menbggunakan tinta warna biru / hitam
3. Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu dan dapat dipercaya secara faktual
4. Ringkas, singkatan yang biasanya digunakan dan dapat diterima, dapat dipakai.
5. Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau.
6. Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali kemudian tulis kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas. Dilanjutkan dengan informasi yang benar “jangan dihapus” . validitas pemcatatan akan rusak jika ada penghapusan.
7. Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda tangan
8. Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tanda tangani dan tulis kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut.
D. JENIS – JENIS PENCATATAN
Ada dua jenis pencatatan :
1. Catatan pasien secara tradisional
Catatan pasien secara tradisional merupakan catatan yang berorientasi pada sumber dimana setiap sumber mempunyai catatan sendiri. Sumber bisa didapat dari perawat, dokter, atau tim kesehatan lainnya.
2. catatan berorientasi pada masalah
Pencatatan yang berorientasi pada masalah berfokus pada masalah yang sedang di alami pasien. Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh dr. Lawrence Weed dari USA, Dimana dikembangkan satu sistem pencatatan dan pelaporan dengan penekanan pada pasien tentang segala permasalahannya. Secara menyeluruh sistem ini dikenal dengan nama“Problem Oriented Method”.
Problem Oriented Method (POR) merupakan suatu alat yang efektif untuk membantu tim kesehatan mengidentifikasi masalah – masalah pasien, merencanakan terapi, diagnosa, penyuluhan, serta mengevaluasi dan mengkaji perkembangan pasien. POR adalah suatu konsep, maka disarankan untuk membuat suatu format yang baku. Tiap pelayanan dapat menerapkan konsep ini dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisis setempat.
Komponen dasar POR terdiri dari empat bagian yaitu :
a. Data dasar
b. Daftar masalah
c. Rencana
d. Catatan perkembangan pasien.
E. POLA PENYAJIAN DOKUMENTASI KEBIDANAN
Sistem pendokumentasian keenidanan dengan pengumpulan data rekam medik
1. Rekam Medik
Rekam medis disini diartikan sebagai keterangan baik tertulis maupun terekam tentang identitas anamnesa, penetuan fisik laboratoruim, diagnosa segala kebidanan dan rindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan darurat kalau diartikan secara sederhana rekam medis seakan hanya merupakan catatan dan dokumen tentang keadaan pasien, namun kalau dikaji lebih luas tidak hanya catatan biasa, akan tetapi sudah merupakan segala informasi yang menyangkut tindakan lebih lanjut dalam upaya pelayanan maupun tindakan medis lainnya,yang diberikan kepada seorang pasien yang datang ke rumah sakit.
Tujuan dan kegunaan rekam medis terdapat 2 pengertian :
1. Tujuan Rekam Medis
Adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan dirumah sakit, tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah salit akan berhasil sebagaimana diharapkan.
2. Kegunaan rekam medis
Kegunaan rekam medis dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu :
a. Aspek administrasi
b. Aspek hukum
c. Aspek keuangan
d. Aspek penelitian
e. Aspek pendidikan
f. Askeb dokumentasi
3. Pengolahan data medis
Kegiatan dalam pengolahan data ini adalah :
a. Coding
Membuat kode atas setiap diagnosis penyakit berdasarkan klasifikasi penyakit yang ada, berdasarkan pengelompokan penyakit yang di tuangkan dalam bentuk kode.
b. Indexing
Pembuatan indexs diantaranya indexs rawat jalan, inap, bedah penyakit, semua ini dipersiapkan untuk membuat laporan statistik rumah sakit.
4. Penyimpanan rekam medis
Terdapat dua cara penyimpanan :
a. Sentralisasi
Penyimpanan rekam medik seorang pasien dalam satu kesatuan catatan medik.
b. Desentralisasi
Penyimpanan dengan cara pemisahan antara rekam medis poliklinik dengan pasien dirawat.
C. POLA PENYAJIAN DOKUMENTASI KEBIDANAN
SOAP
1. Pengertian
SOAP ® Catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis.
2. Identifikasi langkah manajemen kebidanan yang berorientasi pada SOAP
a. S = Subjective Data = Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa.
b. O = Objective Data = Objektif Data
Menggambarka pendokumentasian dari hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnostic lain yang dirumuskan dala fokus untuk mendukung Assesment.
c. A = Assesment = Pengkajian ulang = Kesimpulan dari data S dan O
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dari interpretasi data subjektif dan data objektif dalam suatu identifikasi.
d. P = Perencanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan asuhan secara menyeluruh dalam melaksanakannya secara efisien serta mengevaluasi efektivitas asuhan yang diberikan.
SOAPIER
1. Pengertian
SOAPIER ® format yang lebih tepat yang digunakan apabila rencana pasien ada yang akan dirubah dan proses evaluasi mulai dilakukan.
2. Identifikasi langkah manajemen kebidanan yang berorientasi pada SOAPIER
S : Subjective ® Pernyataan atau keluhan pasien
O : Objective ® Data yang di observasi
A : Assesment ® Kesimpulan berdasarkan data Objektif dan Subjektif
P : Planning ® Apa yang dilakukan terhadap masalah
I : Implementation ® Bagaimana dilakukan
E : Evaluation ® Respon pasien terhadap tindakan keperwatan atau kebidanan
R : Revised ® apakah rencana keperawatan atau kebidanan akan dirubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar